PERKARA SYUBHAT (SAMAR)
Syubhat adalah perkara yang masih samar hukumnya,
apakah halal atau haram.
Jika kita menemukan perkara semacam ini,
maka lebih utama untuk ditinggalkan.
Dari An Nu’man bin Basyir رضى الله عنهما berkata
bahwa ia mendengar
Rasulullah ﷺ bersabda :
“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas.
Di antara keduanya terdapat perkara syubhat (yang masih samar) yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang.
Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat,
maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya.
Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat,
maka ia bisa terjatuh pada perkara haram.
Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya.
Ketahuilah,
setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.
Ketahuilah bahwa di dalam tubuh manusia ada segumpal daging.
Jika segumpal daging itu bagus,
maka akan baguslah seluruh jasadnya,
dan jika segumpal daging itu rusak,
maka akan rusaklah seluruh jasadnya.
Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati”
(HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599)
Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri berkata masalah (problema) dibagi menjadi 4 macam :
Pertama
yang memiliki dalil bolehnya,
maka boleh diamalkan dalil bolehnya.
Kedua
yang memiliki dalil pengharaman,
maka dijauhi demi mengamalkan dalil larangan.
Ketiga
yang terdapat dalil boleh dan haramnya sekaligus.
maka inilah masalah mutasyabih (yang masih samar).
Menurut mayoritas ulama,
yang dimenangkan adalah pengharamannya.
Keempat
yang tidak terdapat dalil boleh dan juga tidak terdapat dalil larangan.
maka ini kembali ke kaedah hukum asal.
Hukum asal ibadah adalah Haram.
Sedangkan dalam masalah adat dan muamalah adalah halal dan boleh.
(Syarh Al Arba’in An Nawiyah Al Mukhtashor, hlm. 64)
Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqolani رَحِمَهُ الله mengatakan :
“Jika perkaranya syubhat (samar),
maka sepatutnya ditinggalkan.
Karena jika seandainya kenyataan bahwa perkara tersebut itu haram,
maka ia berarti telah berlepas diri.
Jika ternyata halal,
maka ia telah diberi ganjaran karena meninggalkannya untuk maksud semacam itu.
Karena asalnya perkara tersebut ada sisi bahaya dan sisi bolehnya.”
(Fathul Bari, 4: 291)
Dari Anas bin Malik رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ berkata,
Rasululah ﷺ pernah mendapati sebutir kurma jatuh di rumah beliau.
Lalu beliau bersabda :
“Kalau saja aku tidak khawatir bahwa sebutir kurma ini merupakan kurma shadaqah,
tentu aku sudah memakannya".
(Muttafaq'alaih, HR. Bukhori 2055, Muslim 1071)
Karena shadaqah diharamkan bagi Rasulullah ﷺ.
Sungguh betapa sempurna sikap kehati-hatian beliau dalam segala hal yang syubhat.
Dengan penjelasan diatas kita menjadi lebih hati² lagi dalam menyikapi segala sesuatu baik perkara dunia terlebih dalam perkara agama,
dan bukan memakai hawa nafsu/sesuai keinginan kita yang bisa tersesat dengannya.
Semoga Allah selalu memberi taufik dan hidayah-Nya.. Aamiin.
Semoga bermanfaat.
إِنْ شَاءَ اللّٰهُ
#UstadzMuhammadAbduhTuasikalحفظه الله تعالى
Sumber : @Rumaysho
Tidak ada komentar:
Posting Komentar