Minggu, 31 Mei 2020

Poster Dakwah

Bismillah
Mencoba menyampaikan ilmu agama Islam dengan cara menyajikan Ayat-ayat Al Qur'an dan Hadits dalam bentuk poster dakwah yang menarik, insya Allah.
Semoga bermanfaat

Keutamaan Mengajak dalam Hal Kebaikan

Keutamaan Mengajak dalam Hal Kebaikan


Keutamaan mengajak dalam hal kebaikan

Janganlah bersikap angkuh dan sombong

 
Tidak ada yang pantas untuk di sombongkan,
Kekayaan, jabatan, pangkat, gelar, status sosial, ketenaran, kepintaran, nasab/keturunan, ras, suku, dll.

Yang di muliakan oleh Allah hanya ketaqwaannya.

#jangansombong
#taqwa
#islam
#hijrah
#sunnah
#pemudahijrah
#kajiansunnah
#ngaji
#muslim 

https://t.co/ddYcpcfVN4

Rabu, 20 Mei 2020

Ghibah yang dibolehkan

Ghibah yang dibolehkan

Ghibah termasuk dosa besar dan sudah kita ketahui berbagai macam ancaman dan keharamannya.

Namun untuk ghibah dibolehkan jika
ada tujuan yang syar’i, 
darurat, 
tidak di jadikan suatu kebiasaan, 
seperlunya saja (tidak berlebihan/melampaui batas)
yaitu dibolehkan dalam enam keadaan. 

Sebagaimana dijelaskan oleh ulama besar Madzab Syafi'i Imam an-Nawawi رَحِمَهُ الله yaitu 6 keadaan yang dibolehkan menyebutkan ‘aib orang lain adalah sebagai berikut :

Pertama
Pengaduan/Melaporkan Kedzaliman.
Maka dibolehkan bagi orang yang teraniaya mengadu kepada penguasa atau hakim dan yang lainnya, 
yang memiliki kekuasaan dan kemampuan untuk mengadili orang yang menganiaya dirinya.
Maka dia (boleh) berkata : 
“Si fulan telah menganiaya saya demikian dan demikian”.

Kedua
Meminta Tolong Agar Dihilangkan Dari Suatu Perbuatan Mungkar
Dan Untuk Membuat Orang Yang Berbuat Kemungkaran Tersebut Kembali Pada Jalan Yang Benar.
Maka seseorang (boleh) berkata kepada orang yang diharapkan kemampuannya bisa menghilangkan kemungkaran :
“Si fulan telah berbuat demikian,
maka hentikanlah dia dari perbuatannya itu.” dan yang selainnya.
Dan hendaknya tujuannya adalah sebagai sarana untuk menghilangkan kemungkaran,
jika niatnya tidak demikian maka hal ini adalah haram.

Ketiga
Meminta Fatwa.
Misalnya Minta pada seorang mufti seperti : 
“Bapakku telah berbuat dzolim padaku”,
atau “Saudaraku,
atau suamiku,
atau si fulan telah mendzolimiku,
apakah hukuman yang dia dapatkan?,
dan bagaimanakah jalan keluar dari hal ini,
agar hakku bisa aku peroleh dan terhindar dari kedzoliman ?”, dan yang semisalnya. 

Keempat
Mengingatkan Kaum Muslimin Terhadap Suatu Kejelekan dan Menasehati mereka.
Hal ini diantaranya: Jarh wa ta’dil (celaan dan pujian terhadap seseorang) yang telah dilakukan oleh para Ahlul Hadits.
Mereka berdalil dengan ijma’ tentang bolehnya, bahkan wajibnya hal ini. 
Karena para salaf umat ini senantiasa menjarh (mencela) orang-orang yang berhak mendapatkannya, 
dalam rangka untuk menjaga keutuhan syari’at. Seperti perkataan ahlul hadits :
“Si fulan pendusta”,
“Si fulan lemah hafalannya”, 
“Si fulan munkarul hadits”,

Kelima
Seseorang Yang Terang-Terangan Menampakkan Ke-Fasikannya Atau Ke-Bid’ahannya.
Seperti orang yang terang-terangan meminum khamer,
mengambil harta manusia dengan dzolim,
dan lain sebagainya.
Maka boleh menyebutkan kejelekan-kejelekannya. 

Keenam
Untuk Pengenalan.
Jika seseorang terkenal dengan suatu laqob (gelar) seperti :
Al-A’masy (si rabun)
atau Al-A’roj (si pincang) 
atau Al-A’ma (si buta)
dan yang selainnya,
maka boleh untuk disebutkan.
Dan diharamkan menyebutkannya dalam rangka untuk merendahkan. 
Adapun jika ada cara lain untuk untuk mengenali mereka (tanpa harus menyebutkan cacat mereka) maka cara tersebut lebih baik.
(Imam an-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, 16 : 124-125)

Inilah 6 sebab yang sudah di sepakati oleh para ulama dengan dalil sebagai berikut :
Dari 'Aisyah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا bahwa seseorang meminta izin kepada Nabi ﷺ
Maka beliau berkata :
"Izinkanlah dia,
Sejelek-jeleknya saudara dari seluruh keluarganya."
(Muttafaqun 'alaihi, HR. Bukhari 6032, Muslim 2591)

'Aisyah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا berkata, 
Rasulullah ﷺ bersabda :
"Aku tidak yakin si fulan dan si fulan mengetahui sedikitpun tentang agama kita."
(HR. Bukhari 6067, 6068)

Suami Fatimah binti Qais dahulu telah mentalaknya tiga kali.
Rasulullah ﷺ tidak menjadikan bagi Fatimah tempat tinggal dan tidak mendapatkan nafkah. 
Rasulullah ﷺ lantas berkata pada Fatimah :
“Jika engkau telah halal untuk dinikahi (setelah melewati masa ‘iddah),
sampaikanlah kabar tersebut padaku.”
Fatimah pun memberitahu Nabi ﷺ (ketika telah selesai ‘iddahnya),
bahwasanya ia telah dikhitbah (dilamar) oleh Mu’awiyah
Abu Jahm,
juga oleh Usamah bin Zaid.
Rasulullah ﷺ bersabda :
“Adapun Mu’awiyah itu miskin, tidak punya harta.
Sedangkan Abu Jahm biasa memukul istrinya.
Nikahlah saja dengan Usamah bin Zaid.”
Lantas Fatimah berisyarat dengan tangannya sambil berkata :
“Hah … Usamah, Usamah.”
Rasulullah ﷺ pun bersabda :
“Taat Allah dan Rasul-Nya itu baik untukmu.”
Fatimah berkata :
“Aku pun memilih menikah dengan Usamah,
akhirnya aku merasakan kebahagiaan.”
(HR. Muslim no. 1480)

Zaid bin Arqam melaporkan Abdullah bin Ubay dan teman²nya kepada Rasulullah ﷺ atas fitnahnya kepada Rasulullah ﷺ.
"Kemudian Rasulullah ﷺ mengutus orang kepada Abdullah bin Ubay menanyakan kabar tersebut,
Lalu ia mengingkari atas apa yang ia lakukan dan berkata :
Zaid telah berdusta kepada Rasulullah ﷺ,
Maka diriku (Zaid) merasa sempit atas apa yang mereka katakan itu
sampai Allah menurunkan ayat tentang pembenaranku (QS. Al-Munafiqun :1),
Maka Nabi saw memanggil mereka untuk memintakan ampunan atas perbuatan mereka,
Namun mereka malah memalingkan kepala."
(Muttafaqun 'alaihi, HR. Bukhari 4903, Muslim 1/2772)

Dari ‘Aisyah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا berkata, 
Hindun (istri Abu Sofyan) berkata kepada Nabi ﷺ :
“Sesungguhnya Abu Sufyan seorang yang kikir
dan tidak memberi belanja yang cukup untukku
dan untuk anak-anakku,
kecuali jika saya ambil tanpa pengetahuannya.”
Nabi ﷺ berkata :
“Ambillah apa yang cukup untukmu
dan untuk anak-anakmu dengan cara yang baik (jangan terlalu banyak dan jangan terlalu sedikit).”
(Muttafaqun 'alaihi, HR. Bukhari 5364, Muslim 1714)

Semoga bermanfaat.
إِنْ شَاءَ اللّٰهُ

#UstadzIbnuAbidinAsSoronjiحفظه الله تعالى

Sumber     : @Almanhaj

Senin, 18 Mei 2020

Antara Tawakkal dan Usaha Mencari Rizki yang Halal

Antara Tawakkal dan Usaha Mencari Rizki yang Halal

Abdullah Taslim, Lc., MA.

Syariat Islam yang agung sangat menganjurkan kaum muslimin untuk melakukan usaha halal yang bermanfaat untuk kehidupan mereka, dengan tetap menekankan kewajiban utama untuk selalu bertawakal (bersandar/berserah diri) dan meminta pertolongan kepada Allah Ta’ala dalam semua usaha yang mereka lakukan.
Allah Ta’ala berfirman,
{فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ}
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi (untuk mencari rezki dan usaha yang halal) dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (QS al-Jumu’ah:10).

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/2996-antara-tawakkal-dan-usaha-mencari-rizki-yang-halal.html

Minggu, 17 Mei 2020

Kewajiban berbakti kepada orang tua

KEWAJIBAN BERBAKTI KEPADA ORANG TUA
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Seri Kajian Akhlak Mulia Ahlus Sunnah (01) 

Rujukan: Kitab Shahih Al-Adabil Mufrod karya Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah

1. Bab Tentang Firman Allah 'Azza wa Jalla:

وَوَصَّيْنَا الإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا

"Kami perintahkan manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya." [Al-'Ankabut: 8]

عن أبي عَمْرٍو الشَّيْبَانِيَّ ، قال : حَدَّثَنَا صَاحِبُ هَذِهِ الدَّارِ، وَأَوْمَأَ بِيَدِهِ إِلَى دَارِ عَبْدِ اللَّهِ ، قَالَ : سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى قَالَ : الصَّلاةُ عَلَى وَقْتِهَا، قُلْتُ : ثُمَّ أَيٌّ؟، قَالَ : ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ، قُلْتُ : ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ : ثُمَّ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ " .قَالَ : حَدَّثَنِي بِهِنَّ، وَلَوِ اسْتَزَدْتُهُ لَزَادَنِي

1/1. Dari Abu 'Amr Asy-Syaibani rahimahullah, beliau berkata, "Pemilik rumah ini meriwayatkan kepadaku -sambil memberikan isyarat dengan tangannya ke rumah Abdullah (bin Mas'ud) radhiyallahu'anhu- beliau berkata:

Saya bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Apakah perbuatan yang paling dicintai Allah Azza wa Jalla?"

Nabi shallallaahu'alaihi wa sallam menjawab, "Shalat pada waktunya".

Kemudian saya bertanya lagi, "Lalu apa?"

Nabi shallallaahu'alaihi wa sallam menjawab, "Kemudian berbuat baik kepada kedua orang tua".

Lalu saya kembali bertanya, "Lalu apa?"

Nabi shallallaahu'alaihi wa sallam menjawab, "Kemudian jihad dijalan Allah".

Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu'anhu berkata: Rasulullah shallallaahu'alaihi wa sallam menerangkan perkara tersebut kepadaku. Sekiranya aku meminta tambahan kepadanya, maka niscaya beliau akan menambahnya untukku."

[Shahih, disebutkan dalam Al-Irwa' (1198), Shahih Al-Bukhari, 9. Kitab Mawaqitush Shalat, 5 - Bab Fadhlus Shalati li Waqtiha, Shahih Muslim, 1 - Kitab Al-Iman, hadits 137, 138 ,139 dan 140]

Simak Penjelasannya: https://youtu.be/uHq9B5PBZGY

GABUNG TELEGRAM & GROUP WA TA'AWUN DAKWAH DAN BIMBINGAN ISLAM

Pembina: Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray, Lc hafizhahullah 

Telegram: http://t.me/taawundakwah

WAG: wa.me/628111377787
wa.me/628111833375

#Yuk_bantu_share. Rasulullah shallallaahu'alaihi wa sallam,

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

"Barangsiapa menunjukkan satu kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengamalkannya." [HR. Muslim dari Abu Mas'ud Al-Anshori radhiyallaahu'anhu]

Jazaakumullaahu khayron wa baaroka fiykum.

Keutamaan Orang yang Sabar

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”
(QS. Az Zumar: 10). Al Auza’i berkata bahwa yang dimaksud adalah orang yang sabar pahalanya tidak bisa ditimbang atau ditakar. As Sudi mengatakan bahwa balasan orang yang sabar adalah surga.
Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim karya Ibnu Katsir rahimahullah.
Ada hadits yang muttafaqun ‘alaih,

عَن عَطَاءُ بْنُ أَبِى رَبَاحٍ قَالَ قَالَ لِى ابْنُ عَبَّاسٍ أَلاَ أُرِيكَ امْرَأَةً مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ قُلْتُ بَلَى . قَالَ هَذِهِ الْمَرْأَةُ السَّوْدَاءُ أَتَتِ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَتْ إِنِّى أُصْرَعُ ، وَإِنِّى أَتَكَشَّفُ فَادْعُ اللَّهَ لِى . قَالَ « إِنْ شِئْتِ صَبَرْتِ وَلَكِ الْجَنَّةُ وَإِنْ شِئْتِ دَعَوْتُ اللَّهَ أَنْ يُعَافِيَكِ » . فَقَالَتْ أَصْبِرُ . فَقَالَتْ إِنِّى أَتَكَشَّفُ فَادْعُ اللَّهَ أَنْ لاَ أَتَكَشَّفَ ، فَدَعَا لَهَا

Dari ‘Atho’ bin Abi Robaah, ia berkata bahwa Ibnu ‘Abbas berkata padanya, “Maukah kutunjukkan wanita yang termasuk penduduk surga?” ‘Atho menjawab, “Iya mau.” Ibnu ‘Abbas berkata, “Wanita yang berkulit hitam ini, ia pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas ia pun berkata, “Aku menderita penyakit ayan dan auratku sering terbuka karenanya. Berdo’alah pada Allah untukku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Jika mau sabar, bagimu surga. Jika engkau mau, aku akan berdo’a pada Allah supaya menyembuhkanmu.” Wanita itu pun berkata, “Aku memilih bersabar.” Lalu ia berkata pula, “Auratku biasa tersingkap (kala aku terkena ayan). Berdo’alah pada Allah supaya auratku tidak terbuka.” Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- pun berdo’a pada Allah untuk wanita tersebut. (HR. Bukhari no. 5652 dan Muslim no. 2576).
Beberapa faedah dari hadits di atas:
1- Sabar di dunia menyebabkan seseorang meraih surga.
2- Menyembuhkan penyakit bisa dengan cara berdo’a dan mengharap pada Allah, ditambah dengan mengkonsumsi obat.
3- Bertekad kuat untuk bisa menahan penyakit lebih utama daripada mengambil keringanan untuk disembuhkan sebagaimana yang dialami oleh wanita yang disebutkan dalam hadits ini. Namun hal ini dilakukan jika memang merasa mampu untuk menahan. Seperti ini pun akan semakin menambah pahala.
4- Wajibnya menutup aurat.
5- Boleh meminta do’a pada orang sholih yang masih hidup, bukan pada orang mati.
Semoga faedah-faedah di atas semakin mendorong kita untuk memiliki sifat sabar.

@ Karawaci, Tangerang, 18 Sya’ban 1434 H, malam Kamis
Oleh Al Faqir Ilallah: M. Abduh Tuasikal, MSc

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/3449-jika-mau-sabar-bagimu-surga.html

Kumpulan doa pembuka pintu rezeki

Kumpulan doa pembuka pintu rezeki


Ada beberapa doa yang moga bisa menjadi pembuka pintu rezeki. Doanya mudah dan semoga mudah pula mendapatkan berkah.

 

Pertama:

Setiap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat Shubuh, setelah salam, beliau membaca do’a berikut,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا

Allahumma innii as-aluka ‘ilman naafi’a, wa rizqon thoyyibaa, wa ‘amalan mutaqobbalaa.

Artinya:

“Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat (bagi diriku dan orang lain), rizki yang halal dan amal yang diterima (di sisi-Mu dan mendapatkan ganjaran yang baik).” (HR. Ibnu Majah, no. 925 dan Ahmad 6: 305, 322. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)

 

Kedua:

Do’a dari hadits ‘Ali, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengajarkan doa berikut,

اللَّهُمَّ اكْفِنِى بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

Allahumak-finii bi halaalika ‘an haroomik, wa agh-niniy bi fadhlika ‘amman siwaak.

Artinya:

“Ya Allah cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu.” (HR. Tirmidzi no. 3563. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

 

Ketiga:

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ، وَارْحَمْنِي ، وَاهْدِني ، وَعَافِني ، وَارْزُقْنِي

Allahummaghfirlii, warhamnii, wahdinii, wa ‘aafinii, warzuqnii.

Artinya:

“Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, berilah petunjuk padaku, selamatkanlah aku (dari berbagai penyakit), dan berikanlah rezeki kepadaku.”

Dari Thoriq bin Asy-yam –radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata,

كَانَ الرَّجُلُ إِذَا أسْلَمَ عَلَّمَهُ النَّبيُّ – صلى الله عليه وسلم – الصَّلاَةَ ثُمَّ أمَرَهُ أنْ يَدْعُوَ بِهؤلاَءِ الكَلِمَاتِ : (( اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ، وَارْحَمْنِي ، وَاهْدِني ، وَعَافِني ، وَارْزُقْنِي )) .

“Jika seseorang baru masuk Islam, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan pada beliau shalat, lalu beliau memerintahkannya untuk membaca do’a berikut: “Allahummaghfirlii, warhamnii, wahdinii, wa ‘aafinii, warzuqnii.” (HR. Muslim no. 35, 2697)

Dalam riwayat lain, dari Thariq, ia berkata bahwa ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam –dan ketika itu beliau didatangi seorang laki-laki-, lalu laki-laki tersebut berkata,

يَا رسول اللهِ ، كَيْفَ أقُولُ حِيْنَ أسْأَلُ رَبِّي ؟ قَالَ : (( قُلْ : اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ، وَارْحَمْنِي ، وَعَافِني ، وارْزُقْنِي ، فإنَّ هؤلاَءِ تَجْمَعُ لَكَ دُنْيَاكَ وَآخِرَتَكَ )) .

“Wahai Rasulullah, apa yang harus aku katakan ketika aku ingin memohon pada Rabbku?” Beliau bersabda, “Katakanlah: Allahummaghfir lii, warhamnii, wa ‘aafinii, warzuqnii”, karena do’a ini telah mencakup dunia dan akhiratmu. (HR. Muslim no. 36, 2697)

* Do’a di atas seperti kandungan dalam do’a duduk antara dua sujud dalam shalat.

Dalam hadits Ibnu ‘Abbas disebutkan do’a duduk antara dua sujud yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

رَبِّ اغْفِرْ لِي ، وَارْحَمْنِي ، وَاجْبُرْنِي ، وَارْفَعْنِي ، وَارْزُقْنِي ، وَاهْدِنِي.

“Robbighfirlii warahmnii, wajburnii, warfa’nii, warzuqnii, wahdinii (artinya: Ya Allah ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupkanlah aku, tinggikanlah derajatku, berilah rezeki dan petunjuk untukku).” (HR. Ahmad 1: 371. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa haditsnya hasan).

 

Keempat:

اللَّهُمَّ أكْثِرْ مَالِي، وَوَلَدِي، وَبَارِكْ لِي فِيمَا أعْطَيْتَنِي وَأطِلْ حَيَاتِي عَلَى طَاعَتِكَ، وَأحْسِنْ عَمَلِي وَاغْفِرْ لِي

Allahumma ak-tsir maalii wa waladii, wa baarik lii fiimaa a’thoitanii wa athil hayaatii ‘ala tho’atik wa ahsin ‘amalii wagh-fir lii.”

Artinya:

“Ya Allah perbanyaklah harta dan anakku serta berkahilah karunia yang Engkau beri. Panjangkanlah umurku dalam ketaatan pada-Mu dan baguskanlah amalku serta ampunilah dosa-dosaku.”

Doa ini adalah intisari dari dalil-dalil yang telah disebutkan di atas. (Intisari dari doa pada Anas dan hadits Abdurrahman bin Abi Bakrah di sini)

Semoga bermanfaat dan moga bisa diamalkan, moga Allah mudahkan pintu rezekinya.

Disusun di Darush Sholihin, Panggang, GK shubuh hari, 10 Jumadats Tsaniyyah 1437 H

Oleh Al-Faqir Ila Maghfirati RabbihiMuhammad Abduh Tuasikal



Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/13118-kumpulan-doa-pembuka-pintu-rezeki.html

Jumat, 15 Mei 2020

Pendidikan Tauhid dalam Keluarga

📋 URGENSI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

"Wahai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, padanya ada malaikat-malaikat yang kasar lagi keras, mereka tidak pernah menentang perintah Allah dan selalu mengamalkan perintah-Nya." [At-Tahrim: 6]

Bagaimana Menjaga Keluarga dari Neraka?

Sahabat yang Mulia Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu'anhu berkata,

أدبوهم وعلموهم

"Ajarkan mereka adab dan ilmu agama." [Tafsir Ibnu Katsir, 8/88]

Dan ketahuilah, ilmu agama yang paling penting adalah ilmu tauhid, karena:

1. Tauhid adalah kewajiban hamba yang terbesar. Dan lawan dari tauhid, yaitu syirik, adalah dosa terbesar.

2. Tauhid adalah jaminan masuk surga dan keselamatan dari neraka.

3. Tauhid adalah kunci utama untuk mendapatkan hidayah.

4. Tauhid adalah benteng terkuat dari perbuatan maksiat.

5. Tauhid sesuai dengan fitrah manusia dan akal sehat.

Simak Selengkapnya: https://youtu.be/RBrATOJPdrk

Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray, Lc hafizhahullah

Kamis, 14 Mei 2020

Perbedaan Musyrik dengan Kafir

Beda Musyrik dengan Kafir


Pertanyaan:

Apa beda musyrik dengan kafir? Apakah Yahudi dan Nasrani tergolong musyrik ataukah kafir?

Jawaban:

Kekafiran adalah menolak kebenaran dan menutupinya karena makna dasar kekafiran dalam bahasa Arab adalah menutupi. Sedangkan kemusyrikan adalah beribadah kepada selain Allah. Kekafiran bisa timbul karena menentang dan mendustakan sedangkan orang musyrik itu beriman kepada Allah. Inilah perbedaan mendasar antara orang kafir dan orang musyrik.

Akan tetapi terkadang digunakan kata kekafiran dengan pengertian kemusyrikan dan kemusyrikan dengan pengertian kekafiran. Jadi maknanya bisa ditukar tukar.

An Nawawi mengatakan, “Istilah kekafiran dan kemusyrikan terkadang digunakan dalam pengertian kafir kepada Allah. Namun kedua kata tersebut terkadang maknanya berbeda. Kemusyrikan dikerucutkan dalam pengertian beribadah kepada patung atau makhluk lainnya diiringi pengakuan dan keimanan kepada Allah. Dalam kondisi ini kekafiran itu lebih luas cakupannya dari pada kemusyrikan” (Syarh Shahih Muslim 2/71).

Syaikh Ibnu Baz mengatakan, “Kekafiran adalah menolak kebenaran dan menutupinya semisal orang yang menolak kewajiban sholat, zakat, puasa di bulan Ramadhan, berhaji bagi yang mampu, wajibnya berbakti kepada orang tua dan semisalnya. Contoh lainnya adalah orang yang menolak keharaman zina, minum minuman yang memabukkan, durhaka kepada kedua orang tua dan lain-lain.

Sedangkan kemusyrikan adalah beribadah kepada selain Allah semisal meminta tolong agar kesusahan yang dia alami hilang kepada orang yang sudah mati atau orang yang masih hidup namun beda tempat, kepada jin, patung, benda angkasa dan lain-lain, menyembelih hewan untuk makhluk-makhluk tersebut dan bernadzar untuknya. Akan tetapi orang kafir boleh disebut musyrik dan orang musyrik boleh disebut kafir sebagaimana dalam QS al Mukminun:117, al Maidah: 72, Fathir: 13-14. Dalam QS Fathir: 13-14 Allah menyebut doa kepada selain Allah sebagai kemusyrikan sedangkan dalam surat al Mukminun disebut sebagai kekafiran.

Dalam QS at Taubah: 32-33 Allah sebut orang-orang kafir dengan sebutan orang kafir dan orang musyrik. Hal ini menunjukkan bahwa orang kafir bisa disebut musyrik dan musyrik bisa disebut kafir. Ayat dan hadits yang menunjukkan demikian banyak sekali.

Dalil lainnya adalah sabda Nabi, “Garis pemisah antara seseorang dengan kemusyrikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat” (HR Muslim dari Jabir bin Abdillah). Nabi juga bersabda, “Poin pembeda antara kami dengan mereka adalah shalat. Siapa saja yang meninggalkannya maka dia kafir” (HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih dari Buraidah bin Hushaiyyib)” (Majmu Fatawa Syaikh Ibnu Baz 9/174-175).

Ibnu Baz juga mengatakan, “Diantara kemusyrikan adalah beribadah kepada selain Allah secara totalitas. Hal ini disebut kemusyrikan juga disebut kekafiran. Siapa saja yang cuek dari Allah secara total dengan beribadah kepada selain Allah semisal pohon, batu, patung, jin dan sebagian orang yang sudah mati tepatnya yang disebut wali. Beribadah kepada wali, shalat dan puasa untuknya serta melupakan Allah secara total adalah kekafiran dan kemusyrikan yang sangat besar. Demikian pula orang yang mengingkari keberadaan Allah dan mengatakan tidak ada yang namanya tuhan karena hidup hanyalah alam materi saja semisal komunis atheis yang mengingkari adanya tuhan, mereka adalah manusia yang paling kafir dan paling sesat serta paling besar kemusyrikan dan kesesatannya.

Intinya pemilik keyakinan-keyakinan di atas dan semisalnya disebut orang musyrik juga bisa disebut orang yang kafir kepada Allah. Karena ketidaktahuannya ada orang yang melakukan kesalahan fatal dengan menamai tindakan berdoa meminta-minta kepada orang yang sudah mati wasilah dan dikira hukumnya adalah boleh. Ini adalah kesalahan yang fatal karena perbuatan ini termasuk kemusyrikan kepada Allah yang paling besar meski sebagian orang yang bodoh atau musyrik menyebutnya wasilah. Perbuatan tersebut adalah ibadahnya orang-orang musyrik yang Allah cela. Bahkan Allah kirim para rasul dan turunkan berbagai kitab suci untuk mengingkarinya dan mengingat bahaya perbuatan tersebut” (Majmu Fatawa Syaikh Ibnu Baz 4/32-33).

Orang Yahudi dan Nasrani adalah orang kafir sekaligus musyrik. Disebut kafir karena mereka menolak kebenaran dan mendustakannya dan disebut orang musyrik karena mereka beribadah kepada selain Allah.

Dalam surat at Taubah: 31, orang Yahudi dan Nasrani disebut musyrik sedangkan dalam surat al Bayyinah disebut kafir.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz menyanggah orang yang berpandangan bahwa istilah musyrik itu tidak mencakup Yahudi dan Nasrani dengan mengatakan, “Yang lebih dekat kepada kebenaran Yahuda dan Nasrani itu termasuk musyrik karena mereka itu musyrik sekaligus kafir tanpa ragu. Oleh karena itu Yahudi dan Nasrani dilarang masuk Masjidil Haram, QS at Taubah: 28.

Andai Yahudi dan Nasrani tidak termasuk musyrik tentu saja QS at Taubah: 28 tidak berlaku untuk mereka. Setelah menyebutkan keyakinan yang dimiliki oleh Yahudi dan Nasrani dalam QS at Taubah: 31 Allah sebut mereka sebagai orang musyrik karena Yahudi berkeyakinan bahwa Uzair adalah putra Allah sebagaimana Nasrani berkeyakinan bahwa Isa adalah putra Allah. Yahudi dan Nasrani juga menjadikan ulama dan ahli ibadah mereka sebagai sesembahan selain Allah. Ini semua termasuk kemusyrikan yang sangat jelek. Ayat yang menjelaskan hal ini sangatlah banyak” (Majmu Fatawa Syaikh Ibnu Baz 4/274).

Sumber di sini.

Ustadz Aris Munandar, M.Pd.I.

Keutamaan menghafal 10 ayat pertama surat Al Kahfi

Keutamaan Menghafal Sepuluh Ayat Surat Al Kahfi

Di antara keutamaan surat Al-Kahfi adalah jika sepuluh ayat pertama itu dihafal. Bahkan dalam riwayat lainnya disebutkan bahwa yang dihafal adalah sepuluh ayat terakhir. Apa keutamaannya?

Dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, .
مَنْ حَفِظَ عَشْرَ آيَاتٍ مِنْ أَوَّلِ سُورَةِ الْكَهْفِ عُصِمَ مِنَ الدَّجَّالِ

“Siapa yang menghafal sepuluh ayat pertama dari surat Al-Kahfi, maka ia akan terlindungi dari Dajjal.” (HR. Muslim no. 809)

Dalam riwayat lain disebutkan, “Dari akhir surat Al-Kahfi.” (HR. Muslim no. 809)

Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa siapa yang menghafal sepuluh ayat pertama atau terakhir dari surat Al-Kahfi, maka ia terlindungi dari Dajjal.

Imam Nawawi berkata, “Ada ulama yang mengatakan bahwa sebab mendapatkan keutamaan seperti itu adalah karena di awal surat Al-Kahfi terdapat hal-hal menakjubkan dan tanda kuasa Allah. Tentu saja siapa yang merenungkannya dengan benar, maka ia tidak akan terpengaruh dengan fitnah Dajjal. Begitu pula akhir surat Al-Kahfi, mulai dari ayat,

أَفَحَسِبَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ يَتَّخِذُوا عِبَادِي مِنْ دُونِي أَوْلِيَاءَ إِنَّا أَعْتَدْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ نُزُلًا

“maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku? Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka Jahannam tempat tinggal bagi orang-orang kafir.” (QS. Al-Kahfi: 102) (Syarh Shahih Muslim, 6: 84)

📖 Rumaysho.com

Rabu, 13 Mei 2020

Agama seseorang tergantung Agama temannya


Kualitas agama seseorang tergantung agama temannya

Permisalan Seorang Teman

Kerusakan yang terjadi pada remaja saat ini, mulai dari pergaulan bebas, minum obat-obatan terlarang, tawuran, dan kenakalan lainnya adalah dampak dari salah memilih teman. Juga sebaliknya jika kita dapati remaja yang hidup dalam kebaikan maka bisa dipastikan adanya pengaruh baik dari temannya.

Durasi waktu yang digunakan para remaja dengan teman-temannya jauh lebih banyak dibandingkan dengan orang tua, guru, dan keluarganya.

Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّمَا مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السُّوءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رَيْحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الْكِيْرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيْحًا خَبِيثَةً

Permisalan teman duduk yang saleh dan teman duduk yang buruk seperti penjual misik dan pandai besi. Adapun penjual misik, boleh jadi ia memberimu misik, engkau membeli darinya, atau setidaknya engkau akan mencium bau harumnya. Adapun pandai besi, boleh jadi akan membuat bajumu terbakar atau engkau mencium bau yang tidak sedap.”
(HR. al-Imam al-Bukhari dalam ash-Shahih (no. 2101 dan 5534), Muslim t (8/37—38).

Dari hadits di atas menunjukkan bahwa dengan siapapun seseorang bergaul akan terpengaruh oleh temannya.

Persahabatan adalah hubungan sosial yang nyaris tidak terlepas dari sejarah manusia. Hubungan ini berpengaruh besar dalam kehidupan jiwa, sosial, dan wawasan seseorang. Di antara contoh sejarah istimewa pengaruh persahabatan adalah persahabatan Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ikatan jiwa yang kuat pun tumbuh dalam ketaatan, ketakwaan, dan perjuangan dalam islam dari persahabatan tersebut.

Teman Remaja

Para remaja cenderung mengarah kepada teman sebaya untuk membentuk suatu persahabatan yang melibatkan banyak hal, diantaranya persamaan perubahan fisik, jiwa, akal dan lainnya. Kesamaan di antara para sebaya ini sering kali memicu remaja untuk terikat erat dalam sebuah persahabatan yang bagi mereka adalah segalanya. Biasanya, tidak ada seorang pun yang mereka lihat lebih utama dari sahabat mereka.

Kesamaan tujuan dan pandangan serta timbulnya cinta dalam persahabatan ini berujung pada tingkatan pribadi dan kedekatan yang berlebihan, sampai-sampai seorang remaja tidak akan melakukan apapun tanpa melibatkan teman dekatnya. Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam bersabda :

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian”. (HR. Abu Daud no. 4833, Tirmidzi no. 2378, Ahmad 2: 344, dari Abu Hurairah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat Shohihul Jaami’ 3545).

Dalam hadits lain Rasulullah bersabda, “Seseorang itu bersama dengan yang ia cintai”. (HR. Muttafaq Alaihi).

Jauhilah Teman yang Buruk

Teman dekat akan mempengaruhi akidah, keyakinan, dan pemikiran seseorang. Inilah pengaruh paling dalam dan menyita perhatian sebagian besar para orang tua dan pendidik setelah hilang kesempatan. Karena besarnya pengaruh yang ditimbulkan teman, para pendidik bisa mengenali seseorang melalui teman-temannya dan menilainya berdasarkan pengetahuan teman-temannya. Dalam sebuah atsar disebutkan, “Jauhilah teman tidak baik! karena dengan teman seperti itu, kau dikenal”.

Seorang pujangga menuturkan:

عَنِ الْمَرْءِ لَا تَسْأَل وَاسْأَلْ عَنْ قَرِيْنِهِ – – فَـكُلُّ قَــرِيْنٍ بِالْمُقَـارِنِ يَقْتَــدِيْ

إِذَا كُنْتَ فِيْ قَوْمٍ فَصَـاحِبْ خِيَارَهُمْ – – وَلَا تَصْحَب الْأَرْدَى فَتَرْدَى مَعَ الرَّدِيْ

“Tidak perlu engkau tanyakan (tentang) siapa seseorang itu, namun tanyakanlah siapa teman dekatnya”
“Karena setiap orang itu meniru (tabiat) teman dekatnya”

“Jika engkau ada di suatu kaum, maka bertemanlah dengan orang-orang yang baik diantara mereka”
“Dan janganlah berteman dengan orang-orang yang hina (diantara mereka), niscaya engkau menjadi hina bersamanya.”

Malik bin Dinar rahimahullah di mana ia berkata,

كُلُّ جَلِيْسٍ لاَ تَسْتَفِيْدُ مِنْهُ خَيْرًا فَاجْتَنِبْهُ

“Setiap pertemanan yang tidak mendatangkan kebaikan apa-apa bagimu, maka jauhilah.”
(Hilyatul Auliya’, 1: 51, dinukil dari – At Tadzhib Al Mawdhu’iy li Hilyatil Auliya’, hal. 471).

Kepada setiap orang tua semoga Allah merahmatimu, pastikan bahwa anak-anakmu sudah berteman dengan teman yang baik. Teman yang akan membawa kepada kebaikan dunia dan akhirat. Bukan teman yang akan menyeret kepada keburukan.

Ditulis Oleh
Ustadz Abu Rufaydah حفظه الله
(Kontributor Bimbinganislam.com)



Referensi: https://bimbinganislam.com/perhatikanlah-siapa-temanmu/

Selasa, 12 Mei 2020

Perkara Syubhat (Samar)

PERKARA SYUBHAT (SAMAR)

Syubhat adalah perkara yang masih samar hukumnya,
apakah halal atau haram. 
Jika kita menemukan perkara semacam ini,
maka lebih utama untuk ditinggalkan.

Dari An Nu’man bin Basyir رضى الله عنهما berkata
bahwa ia mendengar
Rasulullah ﷺ bersabda :
Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas.
Di antara keduanya terdapat perkara syubhat (yang masih samar) yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang.
Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat,
maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya.
Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat,
maka ia bisa terjatuh pada perkara haram.
Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya.
Ketahuilah,
setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.
Ketahuilah bahwa di dalam tubuh manusia ada segumpal daging.
Jika segumpal daging itu bagus,
maka akan baguslah seluruh jasadnya,
dan jika segumpal daging itu rusak,
maka akan rusaklah seluruh jasadnya.
Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati”
(HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599)

Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri berkata masalah (problema) dibagi menjadi 4 macam :
Pertama
yang memiliki dalil bolehnya,
maka boleh diamalkan dalil bolehnya.
Kedua
yang memiliki dalil pengharaman,
maka dijauhi demi mengamalkan dalil larangan.
Ketiga
yang terdapat dalil boleh dan haramnya sekaligus.
maka inilah masalah mutasyabih (yang masih samar).
Menurut mayoritas ulama,
yang dimenangkan adalah pengharamannya.
Keempat
yang tidak terdapat dalil boleh dan juga tidak terdapat dalil larangan.
maka ini kembali ke kaedah hukum asal.
Hukum asal ibadah adalah Haram.
Sedangkan dalam masalah adat dan muamalah adalah halal dan boleh.
(Syarh Al Arba’in An Nawiyah Al Mukhtashor, hlm. 64)

Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqolani رَحِمَهُ الله mengatakan :
Jika perkaranya syubhat (samar),
maka sepatutnya ditinggalkan.
Karena jika seandainya kenyataan bahwa perkara tersebut itu haram,
maka ia berarti telah berlepas diri.
Jika ternyata halal,
maka ia telah diberi ganjaran karena meninggalkannya untuk maksud semacam itu.
Karena asalnya perkara tersebut ada sisi bahaya dan sisi bolehnya.”
(Fathul Bari, 4: 291)

Dari Anas bin Malik رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ berkata, 
Rasululah ﷺ pernah mendapati sebutir kurma jatuh di rumah beliau.
Lalu beliau bersabda :
“Kalau saja aku tidak khawatir bahwa sebutir kurma ini merupakan kurma shadaqah,
tentu aku sudah memakannya".
(Muttafaq'alaih, HR. Bukhori 2055, Muslim 1071)

Karena shadaqah diharamkan bagi Rasulullah ﷺ.
Sungguh betapa sempurna sikap kehati-hatian beliau dalam segala hal yang syubhat.

Dengan penjelasan diatas kita menjadi lebih hati² lagi dalam menyikapi segala sesuatu baik perkara dunia terlebih dalam perkara agama,
dan bukan memakai hawa nafsu/sesuai keinginan kita yang bisa tersesat dengannya. 

Semoga Allah selalu memberi taufik dan hidayah-Nya.. Aamiin. 

Semoga bermanfaat.
إِنْ شَاءَ اللّٰهُ

#UstadzMuhammadAbduhTuasikalحفظه الله تعالى

Sumber     : @Rumaysho

Bersyukur adalah ibadah


Syukur Adalah Ibadah

Allah Ta’ala dalam banyak ayat di dalam Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk bersyukur kepada-Nya. Maka syukur adalah ibadah dan bentuk ketaatan atas perintah Allah. Allah Ta’ala berfirman,

فاذكروني أذكركم واشكروا لي ولا تكفرون

“Ingatlah kepada-Ku, maka Aku akan mengingat kalian. Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah ingkar” (QS. Al Baqarah: 152)

Allah Ta’ala juga berfirman,

يا أيها الذين آمنوا كلوا من طيبات ما رزقناكم واشكروا لله إن كنتم إياه تعبدون

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah” (QS. Al Baqarah: 172).

Maka bersyukur adalah menjalankan perintah Allah dan enggan bersyukur serta mengingkari nikmat Allah adalah bentuk pembangkangan terhadap perintah Allah.

Buah Manis dari Syukur

  1. Syukur Adalah Sifat Orang Beriman

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ؛ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Seorang mukmin itu sungguh menakjubkan, karena setiap perkaranya itu baik. Namun tidak akan terjadi demikian kecuali pada seorang mu’min sejati. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, dan itu baik baginya” (HR. Muslim no.7692).

  1. Merupakan Sebab Datangnya Ridha Allah

Allah Ta’ala berfirman,

وإن تشكروا يرضه لكم

“Jika kalian ingkar, sesungguhnya Allah Maha Kaya atas kalian. Dan Allah tidak ridha kepada hamba-Nya yang ingkar dan jika kalian bersyukur Allah ridha kepada kalian” (QS. Az-Zumar: 7).

  1. Merupakan Sebab Selamatnya Seseorang Dari Azab Allah

Allah Ta’ala berfirman,

ما يفعل الله بعذابكم إن شكرتم وآمنتم

“Tidaklah Allah akan mengadzab kalian jika kalian bersyukur dan beriman. Dan sungguh Allah itu Syakir lagi Alim” (QS. An-Nisa: 147).

  1. Merupakan Sebab Ditambahnya Nikmat

Allah Ta’ala berfirman,

وإذ تأذن ربكم لئن شكرتم لأزيدنكم

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mengumumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih’” (QS. Ibrahim: 7).

  1. Ganjaran Di Dunia dan Akhirat

Janganlah Anda menyangka bahwa bersyukur itu hanya sekedar pujian dan berterima kasih kepada Allah. Ketahuilah bahwa bersyukur itupun menuai pahala, bahkan juga membuka pintu rezeki di dunia. Allah Ta’ala berfirman,

وسنجزي الشاكرين

“Dan sungguh orang-orang yang bersyukur akan kami beri ganjaran” (QS. Al Imran: 145).

Imam Ath Thabari menafsirkan ayat ini dengan membawakan riwayat dari Ibnu Ishaq, “Maksudnya adalah, karena bersyukur, Allah memberikan kebaikan yang Allah janjikan di akhirat dan Allah juga melimpahkan rizki baginya di dunia” (Tafsir Ath Thabari, 7/263).

Tanda-Tanda Orang yang Bersyukur

  1. Mengakui dan Menyadari Bahwa Allah Telah Memberinya Nikmat

Orang yang bersyukur senantiasa menisbatkan setiap nikmat yang didapatnya kepada Allah Ta’ala. Ia senantiasa menyadari bahwa hanya atas takdir dan rahmat Allah semata lah nikmat tersebut bisa diperoleh. Sedangkan orang yang kufur nikmat senantiasa lupa akan hal ini. Dari Ibnu Abbas Radhiallahu’anhuma, ia berkata,

مُطِرَ النَّاسُ على عهدِ النَّبيِّ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ فقالَ النَّبيُّ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ أصبحَ منَ النَّاسِ شاكرٌ ومنهم كافرٌ قالوا هذهِ رحمةُ اللَّهِ وقالَ بعضُهم لقد صدقَ نوءُ كذا وكذا

“Ketika itu hujan turun di masa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, lalu Nabi bersabda, ‘Atas hujan ini, ada manusia yang bersyukur dan ada yang kufur nikmat. Orang yang bersyukur berkata, ‘Inilah rahmat Allah.’ Orang yang kufur nikmat berkata, ‘Oh pantas saja tadi ada tanda begini dan begitu’” (HR. Muslim no.73).

  1. Menyebut-Nyebut Nikmat yang Diberikan Allah

Mungkin kebanyakan kita lebih suka dan lebih sering menyebut-nyebut kesulitan yang kita hadapi dan mengeluhkannya kepada orang-orang. “Saya sedang sakit ini.” “Saya baru dapat musibah itu..” “Saya kemarin rugi sekian rupiah..”, dll. Namun sesungguhnya orang yang bersyukur itu lebih sering menyebut-nyebut kenikmatan yang Allah berikan. Karena Allah Ta’ala berfirman,

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

“Dan nikmat yang diberikan oleh Rabbmu, perbanyaklah menyebutnya” (QS. Adh-Dhuha: 11).

Namun tentu saja tidak boleh takabbur (sombong) dan ‘ujub (merasa kagum atas diri sendiri).

  1. Menunjukkan Rasa Syukur dalam Bentuk Ketaatan kepada Allah

Sungguh aneh jika ada orang yang mengaku bersyukur, ia menyadari segala yang ia miliki semata-mata atas keluasan rahmat Allah, namun di sisi lain melalaikan perintah Allah dan melanggar larangan-Nya, ia enggan shalat, enggan belajar agama, enggan berzakat, memakan riba, dll. Jauh antara pengakuan dan kenyataan. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ وَأَنْتُمْ أَذِلَّةٌ فَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya” (QS. Ali Imran: 123).

Maka rasa syukur itu ditunjukkan dengan ketakwaan.

Tips Agar Menjadi Orang yang Bersyukur

  1. Senantiasa Berterima Kasih kepada Orang Lain

Salah cara untuk mensyukuri nikmat Allah adalah dengan berterima kasih kepada manusia yang menjadi perantara sampainya nikmat Allah kepada kita. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

لا يشكر الله من لا يشكر الناس

“Orang yang tidak berterima kasih kepada manusia, berarti ia tidak bersyukur kepada Allah” (HR. Tirmidzi no.2081, ia berkata: “Hadits ini hasan shahih”).

Beliau juga bersabda,

مَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ، فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا مَا تُكَافِئُونَهُ فَادْعُوا لَهُ حَتَّى تَرَوْا أَنَّكُمْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ

“Barangsiapa yang telah berbuat suatu kebaikan padamu, maka balaslah dengan yang serupa. Jika engkau tidak bisa membalasnya dengan yang serupa maka doakanlah ia hingga engkau mengira doamu tersebut bisa sudah membalas dengan serupa atas kebaikan ia” (HR. Abu Daud no. 1672, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abu Daud).

Oleh karena itu, mengucapkan terima kasih adalah akhlak mulia yang diajarkan oleh Islam. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

مَن صُنِعَ إليهِ معروفٌ فقالَ لفاعلِهِ : جزاكَ اللَّهُ خيرًا فقد أبلغَ في الثَّناءِ

“Barangsiapa yang diberikan satu kebaikan kepadanya lalu dia membalasnya dengan mengatakan, ‘Jazaakallahu khair’ (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan), maka sungguh hal itu telah mencukupinya dalam menyatakan rasa syukurnya” (HR. Tirmidzi no.2167, ia berkata: “Hadits ini hasan jayyid gharib”, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

  1. Merenungkan Nikmat-Nikmat Allah

Dalam Al-Qur’an sering kali Allah menggugah hati manusia bahwa banyak sekali nikmat yang Ia limpahkan sejak kita datang ke dunia ini, agar kita sadar dan bersyukur kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman,

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur” (QS. An-Nahl: 78).

  1. Qana’ah

Senantiasa merasa cukup atas nikmat yang ada pada diri kita membuat kita selalu bersyukur kepada Allah. Sebaliknya, orang yang senantiasa merasa tidak puas, merasa kekurangan, ia merasa Allah tidak pernah memberi kenikmatan kepadanya sedikitpun. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

كن وَرِعًا تكن أعبدَ الناسِ ، و كن قنِعًا تكن أشْكَرَ الناسِ

“Jadilah orang yang wara’, maka engkau akan menjadi hamba yang paling berbakti. Jadilah orang yang qana’ah, maka engkau akan menjadi hamba yang paling bersyukur”(HR. Ibnu Majah no. 3417, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah).

  1. Sujud Syukur

Salah satu cara untuk mengungkapkan rasa syukur ketika mendapat kenikmatan yang begitu besar adalah dengan melakukan sujud syukur.

عن أبي بكرة نفيع بن الحارث رضي الله عنه قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا جاءه أمر بشر به خر ساجدا؛ شاكرا لله

“Dari Abu Bakrah Nafi’ Ibnu Harits Radhiallahu’anhu ia berkata, ‘Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya jika menjumpai sesuatu yang menggemberikan beliau bersimpuh untuk sujud. Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah” (HR. Abu Daud no.2776, dihasankan oleh Al-Albani dalam Irwaul Ghalil).

  1. Berdzikir

Berdzikir dan memuji Allah adalah bentuk rasa syukur kita kepada Allah. Ada beberapa dzikir tertentu yang diajarkan oleh Rasulullah khusus mengungkapkan rasa syukur kita kepada Allah. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

من قال حين يصبح: اللهم ما أصبح بي من نعمة أو بأحد من خلقك فمنك وحدك لا شريك لك، فلك الحمد ولك الشكر. فقد أدى شكر يومه، ومن قال ذلك حين يمسي فقد أدى شكر ليلته

“Barangsiapa pada pagi hari berdzikir: Allahumma ashbaha bii min ni’matin au biahadin min khalqika faminka wahdaka laa syariikalaka falakal hamdu wa lakasy syukru.”
(Ya Allah, atas nikmat yang Engkau berikan kepada ku hari ini atau yang Engkau berikan kepada salah seorang dari makhluk-Mu, maka sungguh nikmat itu hanya dari-Mu dan tidak ada sekutu bagi-Mu. Segala pujian dan ucap syukur hanya untuk-Mu)

Maka ia telah memenuhi harinya dengan rasa syukur. Dan barangsiapa yang mengucapkannya pada sore hari, ia telah memenuhi malamnya dengan rasa syukur” (HR. Abu Daud no.5075, dihasankan oleh Syaikh Abdul Qadir Al-Arnauth dalam tahqiqnya terhadap kitab Raudhatul Muhadditsin).



Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/30031-jadilah-hamba-allah-yang-bersyukur.html

Bukti Cinta kepada Rosulullah ﷺ

Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang berarti segala sesuatu yang bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi ...